Anekdot

Roman

Motivasi dari Sperma


          

Ada beberapa hal yang bisa bikin semangat balik. Sudah ratusan artikel juga yang lahir untuk membahasnya; tetapi ada, salah satu cara gue, yang sangat mungkin kebanyakan lupa.
 Saat kehilangan semangat gue akan mengingat teman-teman seperjuangan, teman-teman paling awal sebelum gue mengarungi dunia fana ini, sebelum lahir dan gue masih bentuk sperma. Waktu itu gue membuka mata. “Hai Tomi,” Kata salah seorang dari mereka yang paling depan. “Aku Tomi.” Katanya lagi, “Dia juga Tomi, dan yang paling pojok juga itu Tomi.” Sembari menunjuk orang  - bukan orang, akan lebih adil kalau kita menyebut mereka semua individu- Gue nggak bisa menjelaskan bentuk ruangannya seperti apa, yang jelas ruang ini nggak hanya disesaki oleh nama-nama individu yang sama, tetapi wujud juga sama, mungkin kami ini seperti toge. Toge-togean lah.
“Baiklah karena individu terakhir sudah membuka mata. Ayo kita mulai saja lombanya.” Yang ngomong adalah individu tadi pertama yang menyambut gue, sepertinya dia adalah pemimpin kelompok kami.
“Tunggu dulu, trio Tomi belum pulang.” Kata yang di samping pemimpin.
Kemudian ada suara motor matic menderu, “Tuh mereka,” Kata selah seorang menunjuk motor yang dinaiki bertiga. Ternyata masih atau sudah ada cabe-cabean di sini. Gue sengaja menyatukan kata masih dan sudah, sulit untuk menentukan runut waktu.
“Tunggu dulu,” Gue beranikan lah bicara, daripada di otak ada sejuta pertanyaan yang endap.
“Pertama adalah berapa jumlah kita semua?”
Semua hening. Kecuali si Individu yang giginya pakai behel dengan percaya diri mengeluarkan tongsis, dan memasang smartphone untuk memonitor jumlah kami dari atas. “Banyak sekali, jutaan, sejauh kamera memandang ada individu.” Celetuknya. Dia nggak hanya berkata-kata, tapi juga membuktikan.
Samar-samar terdengar dari jauh: “Gue di sini nggak bisa lihat, upload youtube ya.”
Tak mau larut, gue lanjutkan pertanyaan ke dua. “Sebenarnya kita mau lomba apa?”
“Lomba lari.” Jawab si ketua, ia memberi jeda. “Renang tepatnya. Tujuan kita adalah ovum.”
Ya ampun gue nggak sadar kalau gue ada di air, minum ah aus.
”Baiklah. Teman-teman sekalian. Bagaimana kalau kita mulai lombanya sekarang?”
“Entar dulu. D’Academy baru mulai nih. Udahan ini lah.” Lalu kami pun terpaksa menonton Bang Ipul dulu. Setelah acara selesai ada cewek memakai jaket kulit di tengah-tengah kami, dia mulai menghitung dan tepat pada hitungan ketiga ia membuka jaketnya, memperlihatkan BH warna emas yang sontak membuat 60% dari kami tidak langsung melesat, gue juga, sebentar, hanya ingin tahu apa warna BH yang ia kenakan. Meskipun ketinggalan start gue memaksimalkan seluruh kemampuan.
Korban pertama yang gue salip adalah trio. Ya ampun, bahkan di saat lomba yang sesunggugnya; mereka masih bonceng tiga. Gue yakin, kalau mereka yang menang Ibu akan melahirkan anak kembar tiga. Tak terasa sebanyak tiga puluh juta individu udah gue kejar, sambil balapan gue bawa papan tulis buat ceklis angka romawi, mirip pemilu. Sampai di lap-lap terakhir, hanya tinggal si ketua yang di depan gue, tapi dia ngambil keputusan untuk ganti ban dulu.  Akhirnya gue nomor satu!
Celakanya, saat nyaris finish ban belakang gue pecah. Di tikungan terakhir gue turun dari motor untuk lari, saat itu juga si ketua datang. Dalam replay ternyata kami finish barengan. Panitia pun memutuskan kami semua voting di facebook. Jempol untuk gue, dan komentar artinya pilih si ketua. Gue menang dengan selisih hanya seribu suara.
Gue naik podium, dan semprot-semprotin bir. Panitia mengingatkan terlalu dini untuk selebrasi. Ternyata, setelah gue ngalahin semua individu, sekarang semuanya tergantung ovariumnya, apa mau menerima gue atau enggak. Kalau enggak, artinya balapan, nonton D’Academy dan semua yang kami lakukan sia-sia? Gue menunduk lesu.
“Jangan nyerah Tommi! Kau berjuang untuk kami semua.” Semangat dari si ketua, di sambut meriah 12 juta individu lain, termasuk si maniac gadget –itu loh yang tadi punya tongsis. Sayup terdengar. “Jangan lupa, kalau udah ketemu ovum, upload di instagram! Kami ingin tahu.”
Tibalah gue ketemu Ovum, dia cantik dan seksi untuk ukuran ovum normal. Menurut panita dia akan memberikan tiga pertanyaan.
Dengan gaya anggun  bak model, ia bersiap meluncurkan pertanyaan pertama. “Siapa Presiden Republik Indonesia yang pertama?”
“Ir. Soekarno” Jawab gue tangkas.
”Apa yang kamu lakukan sebelum sampai sini?”
“Membayangkanmu, melihatmu sesuai dibayangan, berlari mengejarmu. Hidupku adalah tentang memperjuangkanmu.”
“Kenapa kita harus bersatu?”
“Karena dengan bersatunya kita, kehidupan akan dimulai.”
Semua jawaban gue terlihat memuaskannya, ia memegang tanganku. Kami pun menuju dunia. Di jalan ada BBM voice masuk, “Nyampe mana bro?”
“OTW dunia, bro.” Langsung gue tutup.

Sekian ceritanya, intinya Cuma mau mengingatkan bahwa kita semua dari lahir sudah menjadi pemenang, bahkan secara alami.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :


three columns

cars